Minggu, 17 Oktober 2010

Fotosintesis

FOTOSINTESIS

1. Kompetensi Dasar
Pada Modul fotosintesis ini mempunyai kompetensi dasar bahwa siswa mampu mendiskripsikan proses perolehan nutrisi dan energi pada tumbuhan hijau.

2. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mempelajari modul fotosintesis ini siswa diharapkan dapat memahami proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan hijau.

3. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari modul fotosintesis ini siswa diharapkan dapat menjelaskan:
a. Bagian Tumbuhan Hijau Yang Berperan Dalam Fotosintesis
b. Mekanisme Proses fotosintesis
c. Fotosintesis Sebagai Sumber Energi Dan Penghasil Oksigen
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fotosintesis

4. Kegiatan Belajar
FOTOSINTESIS
4.1 Uraian
Mahkluk hidup untuk dapat melangsungkan kehidupannya perlu makan (nutrisi). Mahkluk hidup yang mampu memberikan nutrisi adalah mahkluk hidup yang bersifat autotrof, yaitu tumbuhan hijau. Berbeda dengan mahkluk hidup lainnya tumbuhan hijau mampu membuat nutrisi sendiri dengan mengambil zat-zat organik dari lingkungannya melalui peristiwa fotosintesis.
Fotosintesis merupakan proses yang penting bagi kelangsungan kehidupan di dunia karena: (1) Sebagai sumber energi bagi semua mahkluk hidup; (2) Pertumbuhan dan hasil tumbuhan ditentukan oleh kecepatan fotosintesis; (3) Diperlukan untuk sintesis berbagai senyawa organik yang diperlukan untuk hewan dan manusia, (4) Menyediakan oksigen yang penting bagi kehidupan.
Tumbuhan hijau mampu melakukan proses fotosintesis karena memiliki klorofil yang terdapat di dalam kloroplas. Fotosintesa adalah proses anabolisme dimana karbohydrat dibentuk dari CO2 dan H2O oleh klorofil dengan bantuan cahaya matahari.

A. Bagian Tumbuhan Hijau Yang Berperan Dalam Fotosintesis
Peristiwa fotosintesis terjadi pada bagian tumbuhan yang mengandung hijau daun seperti daun, batang, dan buah yang masih muda. Pada umumnya proses fotosintesis berlangsung di daun.











Gambar 1. Struktur Daun

Struktur daun terdiri atas Jaringan epidermis daun yang terdapat pada permukaan atas dan permukaan bawah daun. Diantara sel epidermis terdapat stomata yang berfungsi untuk pertukaran gas CO2 dan oksigen (O2) pada proses fotosintesis dan respirasi.
Diantara epidermis atas dan epidermis bawah daun terdapat jaringan mesofil. Pada tumbuhan dikotil jaringan mesofil terdiri atas jaringan palisade (jaringan tiang/jaringan pagar) dan jaringan spons (jaringanbunga karang). Pada jaringan palisade, setiap sel palisade mengandung banyak kloroplas yang berperan pada proses fotosintesis. Pada jaringan spons mengandung sel-sel yang bentuknya tidak teratur dan sel-selnya tidak rapat sehingga terdapat ruang-ruang antar sel. Jaringan spons mengandung lebih sedikit kloroplas dan berfungsi menampung CO2 untuk proses fotosintesis.
Pada tumbuhan monokotil tidak memiliki jaringan palisade, sehingga proses fotosintesis berlangsung pada sel-sel mesofil daun, karena di jaringan mesofil banyak ditemukan adanya klorofil.
Tumbuhan dapat melakukan fotosintesis karena mengandung plastida. Berdasarkan ada dan tidaknya zat warna, maka dibedakan atas : (a) Plasida tidak berwarna (leukoplas); (b) Plastida yang berwarna (kloroplas dan kromoplas). Plastida terpenting adalah kloroplas yang merupakan tempat berlangsungnya fotosintesis










Gambar 2. Struktur Kloroplas

Kloroplas mempunyai membran rangkap yang bersifat diferensial permeable . Didalam matrik kloroplas terdapat lembaran rangkap yang disebut tilakoid. Kumpulan tilakoid yang bertumpuk-tumpuk membentuk granum. Penangkapan cahaya berlangsung di dalam grana karena di grana inilah ditemukan klorofil. Fiksasi CO2 berlangsung di dalam stroma.
.
B. Mekanisme Proses Fotosintesis
Proses fotosintesis yang berlangsung didalam kloroplas dapat terjadi karena adanya cahaya yang disebut reaksi terang. Selain itu proses fotosintes dapat terjadi tanpa adanya cahaya yang disebut dengan reaksi gelap.









Gambar 3. Peristiwa Fotosintesis


Pada reaksi terang terjadi peristiwa pemecahan air dan penyerapan energi cahaya oleh klorofil. Pemecahan molekul air pada reaksi terang ini dikenal dengan fotolisis. Klorofil berperan sebagai penghantar energi cahaya menjadi energi kimia.
Pada tahap reaksi gelap terjadi fiksasi karbondioksida ke dalam daun (stroma) dengan bantuan enzim tertentu. Selanjutnya dengan bantuan energi dan ion hydrogen yang diperoleh pada reaksi terang dan karbondioksida yang telah diserap oleh daun akan dibentuk menjadi karbohidrat. Reaksi fotosintesis secara sederhana digambarkan sebagai berikut :
cahaya
6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2
Klorofil
Karbohidrat yang terbentuk dari hasil fotosintesis akan diedarkan keseluruh tubuh tumbuhan melalui floem. Karbohidrat diperlukan oleh mahkluk hidup sebagai sumber nutrisi untuk menghasilkan energi.

C. Fotosintesis Sebagai Sumber Energi Dan Penghasil Oksigen
Hasil fotosintesis yang berupa karbohidrat dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai sumber energi bagi mahkluk hidup. Karbohidrat melaui proses kimia dapat dibentuk lemak, protein dan bermacam-macam zat organik.
Selain menghasilkan karbohidrat , fotosintesis juga menghasilkan oksigen. Oksigen dikeluarkan melalui stomata ke udara bebas dan sebagian digunakan oleh tumbuhan sendiri untuk respirasi sel-sel di daun.
Oksigen hasil fotosintesis selain dibutuhkan oleh tumbuhan juga digunakan oleh semua organisme baik manusia, hewan maupun mikroba. Oksigen ini digunakan untuk respirasi yang dibutuhkan untuk oksidasi glukosa sehingga menghasilkan energi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fotosintesis
Pada dasarnya faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis dikelompokkan atas faktor luar dan faktor dalam, yaitu:
Faktor Dalam :

a. Kandungan klorofil
Klorofil merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan tumbuhan dalam melakukan proses fotosintesis. Hal ini disebabkan pigmen ini secara langsung berperan pada penangkapan energi radiasi dan mengubahnya menjadi energi kimia, sehingga jumlahnya akan menentukan kecepatan fotosintesis.
b. Morfologi daun
Daun termasuk di dalamnya kerapatan tulang daun dan permukaan daun merupakan bagian yang banyak mengandung klorofil dan juga stomata sebagai tempat difusi C02 akan sangat menentukan laju fotosintesis.
c. Anatomi daun
Struktur anatomi mempengaruhi fotosintesis secara tidak langsung, karena mempengaruhi kecepatan difusi CO2 dan lewatnya cahaya pada mesofilnya.

II. Faktor Luar
a. Cahaya
Cahaya matahari diperlukan untuk proses fotosintesis, yaitu pada tahap reaksi terang. Pengaruh cahaya ini lewat intensitasnya, kualitasnya dan lama penyinaran. Secara tidak langsung pengaruh tersebut melaui membuka dan menutupnya stomata, sehingga mempengaruhi difusi CO2 untuk fotosintesis.
Pada dasarnya sampai intensitas tertentu, kenaikan intensitas akan menaikkan kecepatan fotosintesis. Penurunan fotosintesis pada intensitas tinggi, misalnya tumbuhan di bawah cahaya matahari yang terlalu terik, stomata akan menutup dan persediaan CO2 menurun. Selain itu intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat merusak klorofil.

b. Temperatur
Pada tahap reaksi gelap pada proses fotosintesis memerlukan adanya kerja enzim tertentu. Enzim merupakan protein yang dihasilkan sel yang mempengaruhi kecepatan reaksi tetapi tidak terlibat dalam reaksi. Kerja enzim dipengaruhi oleh suhu, sehingga keaktifan enzim dalam proses fotosintesis juga sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang sesuai untuk kerja enzim, maka proses fotosintesis juga akan berlangsung cepat sehingga laju fotosintesis juga meningkat.
Pada batas-batas tertentu, laju fotosintesis akan meningkat dengan kenaikan suhu, tetapi apabila suhu terlalu tinggi, maka enzim akan rusak sehingga proses fotosintesis akan terhenti.



c.Karbondioksida
Karbondioksida merupakan bahan dasar fotosintesis, sehingga ketersedian CO2 yang cukup akan meningkatkan kecepatan proses fotosintesis.

d. Air
Meskipun air merupakan bahan dasar untuk proses fotosintesis, tetapi pengaruhnya secar tidak langsung yaitu dalam membuka dan menutupnya stomata. Sebagai contoh tumbuhan hijau yang berada dalam lingkungan kekurangan air, selain daun-daunnya layu kekurangan air untuk mengurangi transpirasi yang berlebihan maka stomata cenderung menutup, akibatnya difusi CO2 berkurang dan laju fotosintesis juga turun.

e. Unsur Hara
Berbagai unsur hara mineral seperti magnesium (Mg), Nitrogen (N), besi (Fe) diperlukan untuk pembentukan klorofil dan koenzim berbagai enzim yang berperan dalam proses fotosintesis. Apabila tumbuhan hijau pada tempat yang kekurangan unsur hara mineral akan mengalami gangguan dalam pembentukan klorofil sehinga proses fotosintesis juga akan terganggu.

PUSTAKA
Alters, S. 1996. Biolology understanding Life. Second edition.Mosby-Year Book Inc. United States of America.

Campbell, Reece, Mitchell. 2000. Biologi. Jilid 2 Edisi Ke Lima. Penerbit Erlangga. Jakarta

Loveless, A.R. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk daerah Tropik (Terjemahan). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suwenda, I. 1986. Belajar mudah Biologi. Penerbit Pustaka. Bandung










































Soal
1. Tumbuhan hijau berdasarkan cara mendapatkan nutrisi termasuk
a. Heterotropik b. Saprophitik
c. Autotropik d. Parasitik
2. Hasil dari proses fotosintesis adalah:
1. CO2
2. O2
3. Karbohydrat
3. Fotosintesa dapat terjadi dalam:
a. Seluruh tubuh tumbuhan b. Daun-daun saja
c. Bagian yang berhijau daun dari tumbuhan d. Urat daun
4. Reaksi gelap pada fotosintesis berlangsung tanpa:
a. CO2 b. Cahaya
c. H2O d. Klorofil
5. Aktivitas fotosintesis dapat diketahui dengan mengukur jumlah O2 yang
dikeluarkan tumbuhan setiap menitnya. Alasannya adalah karena O2:
a. Hasil utama fotosintesis
b. Hasil fotosintesis yang dapat langsung diukur
c. Dihasilkan secara teratur oleh tumbuhan
d. Zat yang dibutuhkan oleh setiap mahkluk hidup
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis, kecuali:
a. CO2 b. Suhu
c. Cahaya d. Oksigen
7. Bagian-bagian berikut terdapat di dalam kloroplas, kecuali:
a. Stroma b. Membran
c. Grana d. Nukleolus
8. Gerak tumbuhan disebabkan karena perubahan kadar air disebut
a. gerak nasti b. gerak taksis
c. gerak higroskopis d. gerak tropisme
9. Contoh gerak tumbuhan seismonasti adalah
a. gerak menutup daun Venus sp b. gerak menutup stomata
c. gerak benang sari menuju sel telur d. gerak menggulung daun rumput
10. Gerak pertumbuhan akar kecambah biji , disebut gerak
a. tropisme b. Fototropisme
c. geotropisme d. galvanotropisme

Kamis, 14 Oktober 2010

Pendidikan lingkungan Hidup

Pendidikan Lingkungan Hidup: Bukan untuk pembebanan baru bagi siswa

Manusia terdiri atas pikiran dan rasa dimana keduanya harus digunakan. Rasa menjadi penting digerakkan terlebih dahulu, karena seringkali dilupakan. Bagaimana memulai pendidikan lingkungan hidup? Pendidikan Lingkungan Hidup harus dimulai dari HATI. Tanpa sikap mental yang tepat, semua pengetahuan dan keterampilan yang diberikan hanya akan menjadi sampah semata.

Untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan adalah dengan menyentuh hati. Jika proses penyadaran telah terjadi dan perubahan sikap dan pola pikir terhadap lingkungan telah terjadi, maka dapat dilakukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan hidup, serta peningkatan keterampilan dalam mengelola lingkungan hidup

Pendidikan Lingkungan Hidup: dalam buku catatan

Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata pelajaran ?Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH)?. Depdikbud merasa perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran

Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan.

Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Sementara itu, LSM maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain.
Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.

Pendidikan Lingkungan Hidup: bahan dasar yang dilupakan

Salah satu puncak perkembangan pendidikan lingkungan adalah dirumuskannya tujuan pendidikan lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai berikut:

Pendidikan lingkungan Hidup (environmental education - EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif , untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah timbulnya masalah baru [UN - Tbilisi, Georgia - USSR (1977) dalam Unesco, (1978)]

PLH memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, PLH perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan ?kemampuan memecahkan masalah?.

Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini.

  • Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive, desain grafis;
  • Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data;
  • Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama.

Pendidikan lingkungan hidup haruslah:

  1. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas — alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
  2. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal;
  3. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.
  4. Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain;
  5. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
  6. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan;
  7. Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
  8. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
  9. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
  10. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover), gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
  11. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
  12. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first - hand experience).

Karena langsung mengkaji masalah yang nyata, PLH dapat mempermudah pencapaian ketrampilan tingkat tinggi (higher order skill) seperti :
1. berfikir kritis
2. berfikir kreatif
3. berfikir secara integratif
4. memecahkan masalah.

Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :

  1. Pilar Ekonomi: menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan
  2. Pilar Sosial: menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan
  3. Pilar Lingkungan: menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pengelolaan sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya lahan, Pengelolaan sumberdaya udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, Energi dan sumberdaya mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman hayati, dan Penataan ruang

Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang ajeg (constant) dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya. Memandang kedua fungsi ini tanpa dialektika semacam itu, bisa menjebak kita ke dalam kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan dialek tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yakni: Pengajar, Pelajar atau anak didik, dan Realitas dunia. Yang pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini.

Dengan kata lain, langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan pembebasannya Freire yakni suatu proses yang terus menerus, suatu ?commencement?, yang selalu ?mulai dan mulai lagi?, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sebati (in erent) dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Maka, proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti, mandeg, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat ?kesadaran naif? sampai ke tingkat ?kesadaran kritis?, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni ?kesadarannya kesadaran? (the consice of the consciousness).

Joseph Cornell, seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami psikologi ini. Sekitar tahun 1979 ia mengembangkan konsep belajar beralur (flow learning).
Berbagai kegiatan atau permainan disusun sedemikian rupa untuk menyingkronkan proses belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar.

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah:

  • Aspek afektif: perasaan nyaman, senang, bersemangat, kagum, puas, dan bangga
  • Aspek kognitif: proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang lain
  • Aspek sosial: perasaan diterima dalam kelompok
  • Aspek sensorik dan monotorik: bergerak dan merasakan melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin
  • Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan

Pendidikan Lingkungan Hidup: terjerumus di jurang pembebanan baru

Pendidikan saat ini telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual-beli gelar, jual-beli ijasah hingga jual-beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi.

Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing.

Pada dua tahun terakhir, PLH di Kalimantan Timur sangatlah berjalan perlahan ditengah hiruk pikuk penghabisan kekayaan alam Kaltim. Inisiatif-inisiatif baru bermunculan. Kota Balikpapan memulai, dengan dibantu oleh Program Kerjasama Internasional, lahirlah kurikulum pendidikan kebersihan dan lingkungan yang menjadi salah satu muatan lokal. Diikuti kemudian oleh Kabupaten Nunukan. Sementara saat ini sedang dalam proses adalah Kota Samarinda, Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan. Kesemua wilayah ini terdorong ke arah ?jurang? hadirnya muatan lokal beraroma pendidikan lingkungan hidup.

Tak ada yang salah dengan muatan lokal. Namun sangat disayangkan dalam proses-proses yang dilakukan sangat meninggalkan prinsip-prinsip dari Pendidikan Lingkungan Hidup itu sendiri. Nuansa hasil yang berwujud (buku, modul, kurikulum), sangat terasa dalam setiap aktivitas pembuatannya. Perangkat-perangkat pendukung masih sangat jauh mengikutinya.

Pendidikan Lingkungan Hidup hari ini, bisa jadi mengulang pada kejadian beberapa tahun yang lalu, ketika PKLH mulai diluncurkan. Statis, monolitik, membunuh kreatifitas. Prasyarat yang belum mencukupi yang kemudian dipaksakan, berakhir pada frustasi berkelanjutan.

Sangat penting dipahami, bahwa pola Cara Belajar Siswa Aktif, Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan berbagai teknologi pendidikan lainnya yang dikembangkan, kesemuanya bermuara pada kapasitas seorang guru. Kemampuan berekspresi dan berkreasi sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Bila tidak, lupakanlah.

Demikian pula dengan PLH, sangat dibutuhkan kapasitas guru yang mampu membangitkan kesadaran kritis. Bukan sekedar untuk memicu kreatifitas siswa. Kesadaran kritis inilah yang akhirnya akan tereliminasi disaat PLH diperangkap dalam kurikulum muatan lokal. Siswa akan kembali berada dalam ruang statis, mengejar nilai semu, dan memperoleh pembebanan baru.

Pendidikan Lingkungan Hidup: duduk, diam, dan bercerminlah

Sejak 2001, disaat pertama kali kawan-kawan pegiat PLH di Kaltim berkumpul, telah lahir berbagai gagasan dan agenda yang harus diselesaikan. Namun karena bukan menjadi PRIORITAS, maka hal ini menjadi bagian yang dilupakan.

Di tahun 2005 ini, geliat PLH masih bergerak-gerak ditempat. Bagi yang memiliki dana, muatan lokal menjadi sebuah pilihan, karena akan lebih mudah mengukur indikator keberhasilannya. Bagi yang tidak memiliki dana, mencoba tertatih-tatih di ruang sempit untuk tetap berjalan sesuai dengan cita-cita sebenarnya dari PLH, yaitu membangun generasi yang memiliki KESADARAN KRITIS sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni ?KESADARANNYA KESADARAN?.

Kepentingan untuk PERCEPATAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP, haruslah dimaknai bukan untuk mengELIMINASI pondasi dasar PLH. Tidak kokohnya pondasi akan mengakibatkan kehancuran sebuah bangunan, semewah apapun ia. Kehausan akan target proyek, capaian indikator, pekerjaan, hanya akan menjadikan PLH sebagai sebuah obyek mainan baru, bukan lagi sebagai sebuah nilai yang sedang dibangun bagi generasi kemudian negeri ini.

BERCERMINLAH untuk sekedar meREFLEKSIkan diri. Ini yang penting dilakukan oleh pegiat PLH. Bukan untuk berlari mengejar ketertinggalan. Tidak harus cepat mencapai garis akhir. Berjalan perlahan dengan semangat kebersamaan akan lebih menghasilkan nilai yang tertancap pada ruang yang terdalam di diri. APAKAH YANG SEDANG KITA LAKUKAN HANYA AKAN MENJADI PEMBEBANAN BARU BAGI GENERASI KEMUDIAN?